Rabu, 18 April 2012

Masih Relevankah PILKADA Secara Langsung

Sebelum adanya reformasi tahun 1998, di Indonesia hanya mengenal satu sistem yaitu demokrasi pancasila, yang arah haluan demokrasi ala pancasila pada saat itu diintepretasikan dengan menitikberatkan kepada pengelolaan secara sentralistik. Penetapan Kepala Daerah dari tingkat Gubernur hingga Camat ditentukan oleh mekanisme birokrasi yang terpusat, maka tak heran kepala daerah pada saat itu didominasi dari Militer atau dari Birokrat serta tidak wajib dari orang pribumi, sehingga sangat mendukung adanya asimilasi dan akulturasi kebudayaan di NKRI.

Setelah era reformasi dan bergulirnya jaman Otonomi Daerah ini berimbas kepada pengaturan atas pemilihan kepala daerah dari yang semula pemilihan kepala daerah secara tidak langsung menjadi pemilihan kepala daerah secara langsung atau biasa dikenal PILKADA Langsung. Menurut pengamatan kami terhadap pelaksanaan PILKADA Langsung selama 1 (satu) dekade terakhir ini lebih banyak nilai negatifnya jika dibandingkan Penunjukan Langsung Kepala Daerah oleh Pusat.

Beberapa hal yang perlu digarisbawahi kegagalan PILKADA Langsung adalah sebagai berikut :

  1. Efek PILKADA Langsung adalah menimbulkan instabilitas lokal terutama pada saat kubu-kubu yang bersaing didukung oleh massa fanatik yang acap kali menimbulkan kerusakan, korban dan chaos massa. Di beberapa kejadian pasca PILKADA langsung bahkan berakhir dengan perusakan fasilitas umum misalnya kantor kepala daerah, kantor DPRD hingga perusakan terhadap rumah-rumah penduduk pendukung salah satu calon. Efek langsung yang ditimbulkan adalah bertambahnya biaya untuk perbaikan sarana prasara yang dirusak massa, iklim investasi dan ekonomi menjadi terganggu dan munculnya dendam kesumat diantara kubu (memecah persatuan dan kesatuan di dalam masyarakat yang majemuk)
  2. Dana PILKADA Langsung yang cenderung banyak dihambur hamburkan untuk sesuatu yang kurang produktif, misalnya pembuatan spanduk, pembuatan pamflet, dan kegiatan konsumtif lainnya. Setiap tahun Pemerintah Daerah harus menyisihkan pendapatannya untuk persiapan pesta PILKADA Langsung yang dinilai tidak akan dampak signifikan terhadap pembangunan di daerahnya. Kisaran dana pelaksanaan pesta PILKADA langsung yang wajib disediakan Pemerintah Daerah bisa mencapai angka puluhan miliar. Apabila PILKADA langsung dirubah menjadi pemilihan kepala daerah seperti halnya dijaman sebelum reformasi bisa dipastikan akan menghemat dana sangat signifikan dan direalokasikan guna pembangunan saran prasara penunjang pertumbuhan ekonomi dan sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat.
  3. PILKADA Langsung juga diindikasikan menimbulkan efek disintegrasi dan disasimilasi terhadap keutuhan Bangsa Indonesia secara keseluruhan dimana ada fase perpecahan antar kelompok, fase hanya putra daerah dan yang paling dikhawatirkan adalah fase terhadap anti asimilasi dan/atau anti pendatang. Hal ini sangat bertentangan dengan jiwa Pancasila sendiri yaitu Bhineka Tunggal Ika.
  4. PILKADA Langsung juga dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif terhadap norma-norma yang berlaku misalnya saja semakin menjamurnya indikasi money politic atau lebih dikenal dengan serangan fajar dan intimidasi terhadap calon pemilih. Praktek-praktek inilah yang dinilai mencederai arti demokrasi yang sebenarnya dimana persaingan dalam PILKADA Langsung semakin jauh dari arti kata sportivitas.
  5. PILKADA Langsung juga menimbulkan kekhawatiran akan sulitnya dikeloa, dikoordinasi dan diarahkan dikarenakan pemenang PILKADA Langsung secara hierarki tidak lagi dalam satu rantai komando (Pemerintah Pusat - Pemerintah Provinsi - Pemerintah Kabupaten/Kota) dan merasa dia sudah dipilih rakyat secara langsung dan ada kecenderungan untuk tidak tunduk kepada Pimpinan Daerah/Nasional diatasnya semisal Gubernur dan/atau Menteri dan/atau Presiden. Hal ini tercermin dari masih tidak sejalannya Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Berdasarkan dari inventarisasi indikasi kegagalan PILKADA Langsung ini, perlu kiranya Pemerintah meninjau ulang pengaturan penetapan Kepala Daerah  berdasarkan PILKADA Langsung dan merevitalisasi pengaturan kembali atas pengangkatan Kepala Daerah berdasarkan penetapan Pemerintah Pusat sehingga Pemerintah Daerah dapat disinergikan dengan pelaksanaan Pemerintahan Pusat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar